- Ajarkan anak mengatur waktu
Pesantren akan sangat sibuk dan terasa sangat cepat. Banyak pilihan yang membingungkan seperti mencari camilan atau lauk yang enak, santai-santai, tiduran rebahan, ngobrolin yang seru-seru dengan teman-teman, jogging, jalan-jalan, olahraga, buat mie instan, goreng krupuk, perbaikan gizi, memperbanyak teman, atau belajar dengan tekun di masjid atau kamar. Sayangnya, di dunia baru ini, tidak ada lagi yang dapat mengatur hal tersebut kecuali dirinya sendiri. Untuk itu, bimbinglah anak Anda untuk mulai membuat perencanaan, buat sebuah jurnal, tulis daftar hal yang ingin dilakukan sebagai kebiasaan, tandai setiap tanggal di kalender, dan buat rencana belajar baik itu harian, pekanan, ataupun bulanan atau jangka panjang. Kegiatan belajar yang betul-betul penting baginya dalam kehidupannya mencari ilmu di pesantren tentunya adalah mengulang-ngulang kembali pelajaran sebanyak mungkin di luar jam pelajaran sampai seperti surat Al Fatihah.
- Komunikasi tepat
Saat di pesantren, seseorang yang dihadapi bukan lagi sekedar guru les privat bayaran, melainkan para ustadz dan masayikh yang memiliki kemuliaan yang tinggi dengan ilmu syar’inya. Hubungan antara santri dan ustadz adalah bagaikan antara budak dengan majikannya, bukan antara pengguna jasa dengan pemberi jasa. Ataupun yang berlebihan yaitu seperti umat dengan nabinya, ini ghuluw namanya. Berikan pemahaman tersebut kepada anak, ajarkan cara belajar berkomunikasi dengan adab yang baik, agar mereka, tak merasa malu, tertutup ataupun malah sebaliknya bersikap di luar kewajaran menempatkan mereka sebagai orang yang sedang cari makan lewat mengajar dirinya. Selain itu, ajarkan cara memuliakan ilmu agar bisa berinteraksi dengan adab yang baik. Termasuk juga interaksi dengan kitab-kitab para ulama yang berisi ayat-ayat Al Quran dan hadis, yang tidak boleh dicoret-coret, digambari. Tetapi harus dihormati dan ditempatkan di posisi atas, tidak di lantai. Termasuk juga interaksi dengan teman-teman, karena mereka juga punya hati tempat ilmu juga, jangan sampai menzholimi mereka. Termasuk juga sarana dan prasarana pesantren, karena itu semua adalah tempat menimba ilmu syar’i. Jangan sampai dirusak sengaja ataupun tidak. Artinya sebelum melakukan sesuatu dipikir dulu apakah memudahkan masuknya ilmu pada hatinya ataukah justru menghalangi. Faktor adab inilah faktor terbesar kegagalan santri. Santri harus dibiasakan adab-adab yang baik sebelum masuk pesantren, agar ilmu bisa masuk ke dalam hatinya.
- Belajar membersihkan dan berbenah
Ya, membersihkan dan berbenah kamar, cenderung harus dipelajari sejak dini. Hal ini yang akan dibutuhkan saat jauh dari orangtua. Ajarkan anak untuk mempelajari hal-hal umum seperti cara membuang debu, membuat kasur tetap nyaman, dan menjaga kebersihan kamar mandi. Termasuk juga berusaha mandiri dalam menjaga kesehatan preventif maupun kuratif sendiri, karena tidak lagi berada di dalam rumah bersama orang tua yang selalu perhatian padanya, kebersihannya, kesehatannya, kerapiannya, bau badannya, panjang rambutnya, kukunya dan lain sebagainya. Dan tentunya selain kebersihan jasmani, lebih-lebih lagi kebersihan rohani dari dua macam penyakit yaitu penyakit syubhat dan penyakit syahwat. Karena dua penyakit inilah yang menghalangi masuknya ilmu ke dalam hatinya. Sehingga orang tua betul-betul harus mengontrol derasnya arus informasi dan hiburan yang masuk ke dalam diri putranya, yang saat ini jalan masuknya lewat gadget. Penyakit fisik bisa menghalangi santri masuk kelas di jam pelajaran, penyakit rohani menghalangi ilmu masuk ke dalam hatinya.
- Ajari anak mempelajari cara menjaga ilmu
Buku catatan kajian ataupun kitab yang sudah diberi tambahan catatan kajian memang bisa disebut hasil belajar. Tapi, ini belum menjadi ilmu yang berada dalam hati selama belum dihafal di luar kepala. Apalagi setelah dicatat hanya menjadi pajangan di rak buku atau koleksi semasa pesantren di dalam kardus. Belum lagi jika buku catatan tersebut hilang atau mudah terbakar tentunya bisa dikatakan hilangnya ilmu. Untuk itu ajarkan anak cara menjaga ilmu bukan hanya berupa mencatatnya saja. Tetapi dihafal dan diulang-ulang berkali-kali agar tidak hilang dari hatinya. Mencatat di jam pelajaran hanya wasilah untuk dihafalkan di luar pelajaran. Selanjutnya santri harus mengulang-ulang sebanyak mungkin di luar jam pelajaran. Allah telah menyebut Al Quran sebagai pelajaran paling mudah, tetapi di sisi lain kita diperintahkan untuk selalu mengulang-ulang hafalan Al Quran agar tidak hilang. Nah, apalagi pelajaran lain seperti nahwu, fiqh, hadis yang tentunya lebih sulit dari Al Quran. Mohon maaf jika ini berkebalikan dengan mindset kita selama ini bahwa Al Quran itu paling sulit, ternyata tidak, Al Quran itu paling mudah.
- Ajari anak mempelajari cara mengambil keputusan
Terdengar biasa, namun mengambil keputusan secara tepat dan cepat, sangat dibutuhkan saat memasuki pesantren. Saat harus mengambil keputusan, ajarkan anak untuk tidak membiasakan diri selalu terserah orang tua sehingga seakan-akan mengandalkan orang tua terus, beritahu bahwa mereka harus belajar mengambil dan menentukan keputusan sendiri dengan terus meminta pertolongan Allah. Segala sesuatu dibiasakan minta kepada Allah, termasuk menentukan keputusan. Sedikit-sedikit Allah, sedikit-sedikit Allah. Buat dia agar bergantung pada Allah dalam hal apa saja, termasuk mengambil keputusan. Buat dia selalu merasa diawasi Allah, agar setiap keputusan yang diambil setiap detiknya, keputusan jangka pendek, dipilihnya yang baik yaitu yang diridhoi Allah. Adapun keputusan jangka panjang seperti profesi yang akan ditekuninya nanti di masa yang akan datang, tentunya setelah meminta tolong kepada Allah, orang tua juga melakukan konsultasi dengan para ustadz. Orang tua yang memuliakan ahli ilmu, insyaaallah menjadi teladan putra / putrinya memuliakan ahli ilmu juga.
Disarikan dari kitab khulashoh takzimul ilmi karya syaikh sholeh al ushaimi hafizhohullah ta’ala.
Oleh Abu Abdillah Supardi Al Balikpapani (AASAB), BA, M.Pd.
Sekolah Orang Tua