﷽
Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang fana, pasti akan ada akhirnya, yakni dengan datangnya ajal menjemput kita. Dan sebagai seorang Muslim, kita meyakini bahwa kematian itu bukan akhir dari segalanya, bahkan di balik itu ada kehidupan yang hakiki, kehidupan yang abadi, yakni Alam Akhirat yang dimulai dengan kehidupan di Alam Kubur, berlanjut dengan kebangkitan manusia di Hari Kiamat nanti untuk mempertanggungjawabkan semua amalan yang kita lakukan di dunia ini.
Oleh karena itu, para Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah menyebutkan anjuran bagi setiap individu untuk senantiasa mengingat kematian, lebih-lebih ketika dalam kondisi sedang sakit. Karena hal itu akan bisa melunakkan hati, menumbuhkan rasa takut kepada Allah Ta ‘ala dan mendorong untuk bersungguh-sungguh mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya bagi kehidupan Akhirat yang abadi. Mengingat kematian akan membantu kita supaya tidak terpedaya oleh gemerlapnya dunia yang fana, sehingga diharapkan kita bisa lebih fokus melaksanakan tujuan kehidupan kita, yakni menghambakan diri kepada Allah Sang Penguasa Alam Semesta, dalam rangka meraih Ridho dan Cinta-Nya.
Allah Ta ‘ala sering mengingatkan kita tentang kematian dan Alam Akhirat. Allah Ta ‘ala berfirman:
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَمَنُوا إِنَّ أَرضِي وَاسِعَۃٌ فَإِيَّايَ فَاعبُدُونِ . كُلُّ نَفسٍ ذَاءِقَۃُ المَوتِ ثُمَّ إِلَينَا تُرجَعُونَ
_”Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka beribadahlah hanya kepada-Ku saja. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kalian akan dikembalikan.”_ (QS Al ‘Ankabut: 56-57)
Dan Allah Ta ‘ala berfirman:
كُلُّ نَفسٍ ذَاءِقَۃُ المَوتِ وَنَبلُكُم بِالشَّرِّ وَالخَيرِ فِتنَۃً وَإِلَينَا تُرجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.“_(QS Al Anbiya: 35)
Dan Allah Ta’ ala berfirman:
كُلُّ نَفسٍ ذَاءِقَۃُ المَوتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّونَ أُجُورَكُم يَومَ القِيَامَۃِ فَمَن زُحزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدخِلَ الجَنَّۃَ فَقَد فَازَ وَمَا الحَيَاۃُ الدُّنيَا إِلَّا مَتَاعُ الغُرُور
ِ
_“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Syurga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”_ (QS Ali ‘Imron: 185)
Dari tiga ayat yang mulia ini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran berharga:
Pertama: Tujuan hidup kita di dunia ini adalah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala.
Kedua: Dalam kehidupan dunia ini, Allah Ta ‘ala akan menguji kita dengan berbagai macam ujian, yang berupa kebaikan maupun keburukan, maka beruntunglah orang-orang yang berhasil menghadapi ujian tersebut sesuai dengan Petunjuk Allah Ta’ala, dan sangat merugilah orang-orang yang terfitnah ketika menghadapi ujian di dunia.
Ketiga: Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, sehingga berakhirlah kehidupan dunianya yang fana, dan mulailah kehidupan Akhirat yang abadi.
Keempat: Kita semua akan dikembalikan kepada Allah Ta ‘ala, untuk mempertanggungjawabkan setiap amalan yang kita lakukan di dunia ini.
Kelima: Keberuntungan & Kebahagiaan yang hakiki hanyalah ketika seseorang sudah menapakkan kakinya di Surga.
Maka hendaknya kita senantiasa mengingat kematian, dan selalu mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Karena kematian adalah suatu hal yang pasti kita alami, dan kita tidak akan bisa menghindar darinya, kita pun tidak akan mampu untuk menunda atau menyegerakannya. Allah Ta’ala berfirman:
أَينَمَا تَكُونُوا يُدرِككُمُ المَوتُ وَلَو كُنتُم فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَۃٍ
“Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, meskipun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”_ (QS An Nisaa: 78)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَلِكُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ فَإذَا جَاءَ اَجَلُهُم لَا يَستَاءخِرُونَ سَاعَۃً وَلَا يَستَقدِمُونَ
“Dan tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) memajukannya.”_ (QS Al A’raf: 34)
Sementara kita pun tidak mengetahui kapan ajal akan menjemput kita. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا تَدرِي نَفسٌ مَاذَا تَكسِبُ غَدًا وَمَا تَدرِي نَفسٌ بِأَيِّ أَرضٍ تَمُوتُ
“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.”_ (QS Luqman: 34)
Oleh karena itu, hendaklah kita banyak mengingat kematian, apalagi hal tersebut juga merupakan bimbingan Rasululloh ﷺ dalam Sabdanya:
أَكثِرُوا ذِكرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Hendaklah kalian banyak mengingat pemutus berbagai macam kelezatan (yakni kematian).”
Keterangan:
Hadits Shohih riwayat Al Imam An Nasai (no. 1824), Al Imam At Tirmidzi (no. 2307), Al Imam Ibnu Majah (no. 4258) dan para Imam lainnya, dari haditsnya Sahabat yang mulia Abu Hurairah _Rodhiyallohu ‘anhu_ dan dinyatakan Shohih oleh Asy Syaikh Al Albani _Rohimahulloh_ dalam kitab *Irwaaul Gholil* (no. 682), bisa dilihat di situ bagi yang ingin melihat jalur-jalur periwayatannya.
Dalam hadits yang lain, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasululloh ﷺ tentang orang beriman yang paling cerdas, maka Beliau bersabda:
أَكثَرُهُم لِلمَوتِ ذِكرًا , وَأَحسَنُهُم لَهُ استِعدَادًا , أُولَءِكَ الأَكيَاسُ
“Yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus dalam mempersiapkan diri untuk menghadapinya, mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.”
Keterangan:
Hadits Hasan riwayat Al Imam Al Baihaqi dalam kitab *Az Zuhdul Kabir* (2/52) dari haditsnya Sahabat yang mulia ‘Abdulloh bin ‘Umar _Rodhiyallohu ‘anhumaa_ , dan Asy Syaikh Al Albani _Rohimahilloh_ dalam kitab *Silsilah Al Ahaadits Ash Shohihah* (no. 1384) memberikan kesimpulan Takhrij hadits ini: “Hadits Hasan dengan terkumpulnya jalur-jalur periwayatannya.”
Maka para Ulama memberikan anjuran untuk persiapan menghadapi kematian dengan melakukan amalan-amalan yang tersimpulkan dalam tiga hal berikut ini:
Pertama: Keluar dari kezaliman-kezaliman yang pernah dia lakukan kepada orang lain, sesuai dengan perincian yang disebutkan para Ulama dalam hal cara bertaubat dari kezaliman.
Kedua: Taubat dari maksiat-maksiat.
Ketiga: Bersungguh-sungguh melakukan amalan-amalan ketaatan kepada Allah Ta’ala berdasarkan prinsip Ikhlas dan Mutaba’ah (mengikuti) terhadap Sunnahnya ﷺ.
Oleh : Ustadz Luqman Hakim -hafidzahullah-
Alumni Ponpes Darul Atsar Al-Islamy Panceng Gresik
Ikuti Juga Channel Telegram Ahlus Sunnah Wal Jama’ah: https://t.me/Ahlus_Sunnah_wal_Jamaah/1564