SEKILAS INFO
: - Selasa, 03-12-2024
  • 5 bulan yang lalu / Dibuka Penerimaan Santri Baru tahun ajaran 2025/2026, untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi 0813 3001 3379 atau 0895 3046 1325
  • 1 tahun yang lalu / Dimulainya KBM Semester Genap Pondok Pesantren Darul Atsar Al-Islamy Tahun Ajaran 2022/2023
  • 2 tahun yang lalu / Telah dibuka PENDAFTARAN SANTRI BARU Tahun Ajaran 2023/2024, dibuka mulai tanggal 10 November 2022, segeralah mendaftar ! quota terbatas !

Masalah daging babi para ulama berbeda pendapat menjadi 2 golongan:

Golongan Pertama:

Mayoritas ulama, berpendapat “Hukum daging babi adalah najis”, dalil-dalil mereka sebagai berikut:

  1. Firman Allah ﷻ {قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ}Artinya: “Katakanlah : tidaklah aku mendapatkan di dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena daging babi tersebut kotor.” {QS: Al-An’am:145]
  2. Keadaan babi lebih buruk jika dibandingkan dengan anjing, sehingga jika anjing saja najis apalagi babi.
  3. Penukilan Ibnul mundzir dalam kitabnya Al-Ijma’ tentang adanya Ijma’ (kesepakatan) di kalangan ahli ilmu akan najisnya babi.
  4. Allah menetapkan akan keharaman babi, oleh karenanya menghukuminya najis lebih utama.

 

Golongan kedua:

Malikiyyah, berpendapat “daging babi itu suci”, pendapat ini juga dikuatkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ IV/524 dan Imam Asy-syaukani dalam kitabnya Sailul Jaror, mereka berdalil dengan Baroatul Ashliyyah (yaitu hukum asal segala sesuatu adalah suci).

 

Kesimpulan:

Pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang kedua  -insya Allah-

Bantahan terhadap pendapat mayoritas ulama sebagai berikut:

  1. Mengenai pendalilan menggunakan QS: Al-An’am:145 maka Imam Asy-syaukani telah menjawab akan hal ini, beliau berkata: “Yang dimaksud dengan kata “Rijsun” (رِجْسٌ) dalam ayat ini adalah haram. sebagimana telah ditunjukkan oleh konteks ayat. dan maksud ayat ini, didalamnya terkandung pengharaman untuk dimakan bukan perkara najisnya…. dan tidak ada keharusan sesuatu yang haram itu najis.
  2. Keadaan babi lebih buruk dari pada anjing, bisa dijawab: “Bahwasanya mencuci air liur anjing adalah perkara ta’abbudiyyah (semata-mata karena ibadah -menjalankan perintah-). Maka dalam hal ini babi tidak bisa dikiaskan dengan anjing, seandainya kita terima [air liur anjing itu najis] dan Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk mencucinya disebabkan sifatnya yang najis maka diantara keduanya juga tidak bisa dikiaskan karena najisnya anjing pada air liurnya saja bukan pada seluruh tubuhnya maka disini ada perbedaan antara anjing dengan babi.
  3. Mengenai penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) oleh Imam Ibnul Mundzir tidaklah benar. Karena madzhab Malikiyyah memiliki pendapat yang berbeda dengan Mayoritas ulama, Oleh karenanya Imam An-nawawi Berkata: “seandainya telah tetap adanya ijma’ dikalangan para ulama, maka berdalil dengan ijma’ tersebut lebih utama, namun madzhab Malikiyyah mengatakan bahwa daging babi itu suci selama masih hidup sebagaimana penjelasannya.
  4. Adapun karena hukum babi yang haram maka menghukuminya najis lebih utama, bisa dijawab: “tidak selalu sesuatu yang haram mengharuskan najisnya”.

 

Ustadz Dr. HC. Kholiful Hadi SE,.MM

Dalam kitabnya Adz-Dzakiratun Nafisah Fi Ahkamil ‘Ibadat

Diterjemahkan oleh: Abu Musa, Abu Ahmad, dan Luqman Hakim.

TINGGALKAN KOMENTAR

Visi Misi Dan Program Unggulan Ponpes

Kegiatan UAS Pondok Pesantren