Haruskah Mencuci Darah Serangga Yang Berdarah Sedikit dan Tidak Mengalir? seperti lalat, nyamuk, dll.
Secara umum para ulama berbeda pendapat menjadi dua golongan:
Golongan pertama
Tidak harus dicuci, sebagaimana pendapat Atho’, Hasan, Sya’bi, Al-hakam, Hammad, Habib bin Abi Tsabit, Thowus, Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Ashabur Ra’yi, Dalil-dalil mereka sebagai berikut:
- Hukum asal segala sesuatu itu suci, kecuali jika ada dalil yang mengatakan najisnya.
- Darah serangga bukan termasuk darah yang mengalir.
- Syaikh ibnu ‘Utsaimin berkata: ” Sepertinya yang dipakai dalil untuk pendapat ini adalah: Bahwasanya bangkai serangga adalah suci karena sabda Rasulullah إذا وقع الذباب في شراب أحدكم فليغمسه ثم لينزعه فإن أحد جناحيه داء وفي الأخرشفاء)) ﷺ)) ِArtinya: “Jika ada seekor lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang dari kalian maka celupkanlah semuanya kemudian buanglah, karena pada salah satu sayapnya ada racun dan pada sayap yang lain ada penawarnya.” Sedangkan dalam mencelupkan lalat tersebut akan menyebabkan matinya lalat tersebut, jika minumannya dalam keadaan panas atau berminyak. Seandainya bangkainya najis maka akan menyebabkan minuman tersebut najis, terutama jika itu ditempatkan pada bejana yang kecil.” (Ash-syarhul Mumti’ 1/375)
Golongan Kedua
Harus dicuci darah tersebut, sebagaimana pendapat Nakho’i dan Imam Malik,
Nakho’i berkata: “Cucilah semampu kalian”, dan Imam Malik Berkata: “Mencuci darah yang jumlahnya sedikit dari semua jenis darah. Meskipun darah lalat aku berpendapat untuk dicuci”, dalam riwayat lain Imam Malik berkata: ” Bahwasanya darah yang banyak dan tersebar hendaknya dicuci.”
Kesimpulan:
Pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, karena kuatnya dalil yang digunakan dan pendapat kedua tidak menyebutkan satu dalilpun, (Lihat Al-awshat 1/151-153) -Wallahu A’lam-
Adapun darah hewan yang halal dagingnya, maka telah datang atsar dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu, yaitu ketika menyembelih unta bajunya terkena kotoran dan darah unta, kemudian ditegakkan sholat dan iapun sholat tanpa berwudhu terlebih dahulu. Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushonnaf 1/135, Ibnu Abi Syaibah 1/392 dan yang lainnya.
Dan diriwayatkan juga dari Abu Musa Al-Asy’ari, beliau berkata: “Ketika kami menyembelih unta, darah dan kototarannya mengenai kami maka kamipun tidak memperdulikannya dan tidak pula mengambil air untuk membersihkannya.”
Adapun darah hewan yang najis (menurut pendapat sebagian ulama) adalah suci disebabkan hukum asal segala sesuatu adalah suci. Imam Asy-syaukani: “Adapun [masalah najisnya] semua darah (selain darah haidh) dalil-dalil yang ada di dalamnya berbeda-beda dan muthorib (goncang). Oleh karenanya kita berpegang dengan kaidah “hukum asal segala sesuatu adalah suci”, sampai datang dalil yang murni dari pertentangan hadits lain yang lebih kuat atau sama derajatnya.
Ustadz Dr. HC. Kholiful Hadi SE,.MM
Dalam kitabnya Adz-Dzakiratun Nafisah Fi Ahkamil ‘Ibadat
yang diterjemahkan oleh: Abu Musa, Abu Ahmad, dan Luqman Hakim.