SEKILAS INFO
: - Selasa, 03-12-2024
  • 5 bulan yang lalu / Dibuka Penerimaan Santri Baru tahun ajaran 2025/2026, untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi 0813 3001 3379 atau 0895 3046 1325
  • 1 tahun yang lalu / Dimulainya KBM Semester Genap Pondok Pesantren Darul Atsar Al-Islamy Tahun Ajaran 2022/2023
  • 2 tahun yang lalu / Telah dibuka PENDAFTARAN SANTRI BARU Tahun Ajaran 2023/2024, dibuka mulai tanggal 10 November 2022, segeralah mendaftar ! quota terbatas !

Imam Asy-syaukani dalam kitab darori (101): “….istihalah yaitu perubahan sesuatu ke sesuatu yang lain sehingga berbeda warna, bau, dan rasanya jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya perubahan.

Para ulama berbeda pendapat menjadi 2 pendapat:

Pendapat Imam Syafi’i, Malik (dalam satu riwayat), pendapat ini juga masyhur dikalangan pengikut Imam Ahmad, dan pendapat ini merupakan pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat, yaitu “Istihalah tidak bisa menjadikan sesuatu yang najis berubah menjadi suci”. Karena Rasulullah ﷺ melarang untuk makan daging jalalah dan susunya, Seandainya daging jalalah itu suci tentu Rasulullah ﷺ tidak akan melarangnya. (catatan: Jalalah adalah makanan yang mayoritas makanannya sesuatu yang najis, contohnya ikan lele yang dipelihara di saptiteng).

Pendapat Imam Ahmad (dalam riwayat lain), Abu Hanifah, dan pengikut Adz-dzhohiriyyah, berpendapat: “Najis berubah menjadi suci dengan adanya istihalah”. Pendapat ini dikuatkan juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawa, beliau mengatakan bahwa pendapat ini berlaku jika tidak tersisa sedikitpun dari bekas najis baik dari segi warna, bau, maupun rasanya. karena dzat seperti ini tidak tercakup di dalam nash-nash pengharaman baik secara lafadz maupun secara makna…. dan tidak ada celah sedikitpun yang bisa dijadikan alasan untuk mengharamkannya, bahkan dzat ini termasuk dalam cakupan nash-nash penghalalan karena termasuk salah satu perkara yang baik.

Semua ulama sepakat bahwa perubahan khomer menjadi cuka -dengan izin Allah ﷻ tentunya -, berubah hukumnya menjadi halal, Maka “istihalah” (perubahan) najis lebih jelas jika dibandingkan dengan “istihalah” (perubahan) Khomer.

Sesungguhnya Allah ﷻ mengharamkan kotoran (khoba’its) karena sifatnya yang kotor, maka demikian juga Allah ﷻ membolehkan sesuatu yang baik karena sesatu itu mengandung sifat yang baik.

Adapun dalil pendapat pertama, dijawab oleh Imam Asy-syaukani: “….perkara itu (pengharaman makan daging dan minum susu jalalah) dikhususkan pada pengharaman makan daging dan minum susunya. Maka perkara najis yang mengalami Istihalah dikatakan suci tidak bisa dibantah dengan perkataan ‘najis yang dimakan oleh jalalah jika menjadi susu maka telah mengalami Istihalah’.  Lantas bagaimana dilarang meminumnya?”. Oleh karena itu kita katakan “Hukum ini datang dalam masalah pengharaman minum susu jalalah bukan masalah najisnya susu jalalah. dan tidaklah sesuatu yang haram melazimkan najisnya.

Maroji’ (Sumber): Al-Majmu’ 5/532; As-saiul Jaror 1/52-53; Al-majmu’ Fatawa 16/80-481; Al-Muhalla I/masalah 130; Asy-syahrul Mumti’ I/364.

 

Ustadz Dr. HC. Kholiful Hadi SE,.MM

Dalam kitabnya Adz-Dzakiratun Nafisah Fi Ahkamil ‘Ibadat

Diterjemahkan oleh: Abu Musa, Abu Ahmad, dan Luqman Hakim.

TINGGALKAN KOMENTAR

Visi Misi Dan Program Unggulan Ponpes

Kegiatan UAS Pondok Pesantren